CAPER 1 ( CATATAN PERBANKAN )

 

PRODUK PEMBIAYAAN BAGI HASIL

A.    Prinsip Bagi Hasil

Prinsip bagi hasil menurut Bank Indonesia adalah Suatu prinsip pembagian laba yang diterapkan dalam kemitraan kerja, dimana porsi bagi hasil ditentukan pada saat akad kerja sama. Jika usaha mendapatkan keuntungan, porsi bagi hasil adalah sesuai kesepakatan namun jika terjadi kerugian maka porsi bagi hasil disesuaikan dengan kontribusi modal masingmasing pihak. Dasar yang digunakan dalam perhitungan bagi hasil adalah berupa laba bersih usaha setelah dikurangi dengan biaya operasional. Profit sharing (bagi hasil), pada dasarnya merupakan pembiayaan dengan prinsip kepercayaan dan kesepakatan murni antara kedua belah pihak atau lebih yaitu, pemilik modal (investor) dalam hal ini bank syariah dengan pemilik usaha dalam hal ini nasabah adalah pengelola usaha.

Prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah yang paling banyak dipakai adalah almusyarakah dan al-mudharabah. Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Al-mudharabah berasal dari kata dharab, yang berarti berjalan atau memukul. Secara teknis, al-mudharabah adalah kerjasama usaha antara dua orang dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola, pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut (Antonio, 2001).

 

B.     Risiko-risiko yang dihadapi dalam penerapan bagi hasil atas pembiayaan Syariah

a.      Mudharabah

Perjanjian mudharabah merupakan landasan dari perbankan Islam. Mudarabah merupakan kontrak profit sharing dan loss bearing yang dapat digunakan pada kedua sisi aset neraca dan kewajibannya.

Tipe-tipe perjanjian atau kontrak mudharabah dapat menyebabkan bank syariah mengalami risiko, seperti:

1)      displaced commercial risk, yang merupakan risiko yang muncul ketika bank syariah mendorong investasi para pemegang rekening dengan meningkatkan tingkat keuntungan untuk menyimpan dana. Risiko ini sebagai hasil dari risiko rate of return yang terjadi ketika dana ditempatkan dalam aktiva dengan batas jangka panjang dan tingkat pengembalian tidak lagi kompetitif dengan investasi alternatif lain dan ketika bank kinerjanya buruk selama periode tertentu dan tidak dapat menghasilkan keuntungan yang cukup untuk dibagikan kepada para pemegang rekening.

2)      Operational Risk, yang dalam hal ini, investor, seperti berbagi keuntungan dan menanggung semua kerugian tanpa kendali atau hak pemerintahan pengalihan manajemen.

 

b.      Musyarakah

 

Potensi risiko dalam model pembiayaan musyarakah diantaranya adalah Credit Risk, Risiko Pasar, Operational Risk. Selama masa kontrak tersebut berjalan, risiko yang mungkin timbul adalah bank syariah tidak mampu untuk melihat kinerja finansial dan kontrol manajemen yang terlalu berlebihan. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menerima informasi keuangan yang memadai dan tepat waktu karena akan memungkinkan bagi bank syariah untuk dapat melakukan pengukuran perbaikan pada waktu yang tepat. Selain itu, Risiko Operasional yang disebabkan oleh internal fraud antara lain pencatatan yang tidak benar atas nilai posisi, penyogokan, penyuapan, ketidaksesuaian pencatatan pajak (secara sengaja), kesalahan, manipulasi dan mark up dalam akuntansi/pencatatan maupun pelaporan.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat Datang Di Blogspot HMJ S1 Perbankan Syariah

UPGRADING & RAKER HMJ S1 PERBANKAN SYARIAH 2025

DISKUSI KABEL PINTAR VOL 2