Kebijakan Pembiayaan di Masa Pandemi
Kebijakan Pembiayaan di Masa Pandemi

Di tengah pandemi covid-19, sektor ekonomi merasakan
dampak yang luar biasa. Banyak usaha yang omsetnya menurun. Dampak penurunan
omset tersebut mengakibatkan banyak karyawan yang terkena PHK atau pemotongan
gaji. Tentunya hal ini akan berpengaruh pada sektor perbankan. Banyak nasabah
yang kesulitan mengangsur kreditnya, sehingga menjadikan pembiayaan di
perbankan terkendala. Menanggapi permasalahan ini, Himpunan Mahasiswa Jurusan
(HMJ) S1 Perbankan Syariah, UIN Walisongo Semarang menghadirkan Webinar dengan
tajuk “Kebijakan Restrukturisasi Perbankan Syariah di Masa Pandemi Covid-19”. Diharapkan
dari webinar ini akan mengedukasi mahasiswa dan masyarakat umum tentang
bagaimana sistematika restrukturisasi
yang dilakukan di perbankan. Pemateri pertama di webinar ini adalah Ibu Siti
Patmiatun selaku BPD Jawa Tengah. Beliau mengulas tentang “Kebijakan Pembiayaan
di Masa Pandemi”.
Pandemi
covid-19 berdampak pada beberapa sektor kehidupan manusia, salah satunya adalah
sektor ekonomi. Ada beberapa imbas yang dirasakan oleh para pelaku ekonomi yang
digolongkan menjadi 3 kategori yaitu:
1.
High impact, adalah usaha yang tedampak covid dimana omsetnya
turun sangat tinggi yaitu diatas 30%. Beberapa usaha yang terkena high impact adalah pariwisata, hotel,
restoran, transportasi, agen perjalanan, manufakfaktur (tekstil, kimia,
plastik), bahan bangunan, properti&konstruksi, dan farmasi.
2.
Medium impact adalah usaha yang tedampak covid dimana omsetnya turun
antara 10-30%. Beberapa usaha yang terkena medium
impact adalah multifinance,
otomotif, pusat perbelanjaan, peternakan, perikanan, distributor/retailer non-essential goods, dan
komoditas (perkebunan, tambang, mineral, logam).
3.
Low impact adalah adalah usaha yang tedampak covid dimana omsetnya
turun kurang dari 10%. Beberapa usaha yang terkena low impact adalah e-commerce,
pembangkit listrik, alat kesehatan, makanan pokok, distributor/retailer essential goods, cigarette/perusahaan
rokok, dan IT/perusahaan komunikasi.
Ada
dua dampak covid terhadap sektor usaha yaitu positif dan negatif atau dapat
disebut potential losers dan potential winners. Sektor usaha yang
menjadi potential winners atau terdampak positif covid
diantaranya adalah tekstil, kimia, farmasi,alat kesehatan, makanan, minuman,
elekronik, jasa telekomunikasi, dan jasa logistik. Sektor usaha yang menjadi potential losers atau terdampak negatif
covid diantaranya adalah pariwisata, konstruksi, transportasi baik darat,
udara, maupun laut, pertambangan, keuangan, otomatif. Adapun sektor pertanian
dan UMKM menduduki dua posisi sekaligus yaitu potential losers dan potential
winners. Pertanian dan UMKM akan menjadi potential winners apabila
segera beradaptasi dan menyusun strategi sehingga dapat menyesuaikan kondisi di
tengah pandemi. Namun, pertanian dan UMKM juga bisa menjadi potential losers apabila tidak responsif terhadap kondisi di masa pandemi.
Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) menjawab keresahan para nasabah yang terdampak covid-19
dengan mengeluarkan POJK No.11/POJK.03/2020 tentang stimulus perekonomian
Nasional. Isi dari POJK No. 11 Tahun 2020 yaitu mengenai restukturisasi kredit/pembiayaan. Program
restrukturisasi ini diberikan dalam bentuk penundaan atau keringanan pembayaram
angsuran dengan jangka waktu maksimal 1 tahun. Ada beberapa sistematika
restrukturisasi, diantaranya adalah:
1)
Penurunan suku bunga
2)
Perpanjangan jangka waktu
3)
Pengurangan tunggakan pokok
4)
Pengurangan tunggakan bunga
5)
Penambahan fasilitas kredit/pembiayaan
6)
Konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal
sementara
Melalui
restrukturisasi, yang dulunya mempertimbangkan tiga pilar, kini hanya
mempertimbangkan satu pilar yaitu ketepatan waktu pembayaran. Misalkan terjadi
keterlambatan angsuran oleh nasabah, maka nasabah tersebut hanya dinilai masuk
pada kolektabilitas satu. Hal ini memberikan dampak baik bagi nasabah dan
perbankan. Dampak baik yang dirasakan nasabah adalah terjaganya nama baik
nasabah sehingga ketika di masa selanjutnya dia membutuhkan pembiayaan dari
bank lagi, maka bank tersebut akan dengan mudah memberikan pembiayaan. Dampak
baik bagi perbankan adalah tidak membentuk CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan
Nilai).
Restrukturisasi
adalah suatu upaya yang dilakukan oleh Bank dalam rangka membantu nasabah
supaya dapat menyelesaikan kewajiban hutangnya. Restrukturisasi dilakukan
berdasarkan QS. Al Baqarah ayat 280 yang artinya:
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran,
maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
Adapun
tujuan dilakukanya restrukturisasi adalah untuk memenuhi kewajiban pembayaran
angsuran pembiayaan, meningkatkan stabilitas sistem keuangan sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dan menyelamatkan pembiayaan bagi nasabah
yang terkena dampak penyebaran covid-19. Restrukturisasi pembiayaan juga wajib
memenuhi prinsip kehati-hatian. Dalam restrukturisasi Bank tidak boleh melakukannya
jika bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembayaran atau untuk menghindari
peningkatan pembentukan PPA (Penyisihan Penghapusan Aktiva). Dalam rangka
penerapan prinsip kehati-hatian, perbaikan kualitas atas pembiayaan yang
direstrukturisasi akan dilaksanakan setelah nasabah memenuhi kewajiban
pembayaran angsuran pokok atau bagi hasil/ujrah dalam jangka waktu tertentu.
Restrukturisasi
yang dilakukan oleh Bank biasanya dalam bentuk:
1.
Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah
atau jangka waktunya.
2.
Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan
pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan
kepada bank, antara lain perubahan jadwal pembayaran, perubahan jumlah
angsuran, perubahan jangka waktu, pembiayaan nisbah dalam pembiayaan mudharabah atau pembiayaan musyarakah atau pemberian potongan.
3.
Penataan kembali (restructuring),
yaitu perubahan persyaratan pembiayaan yang antara lain: penambahan dana
fasilitas pembiayaan bank, konversi akad pembiayaan atau konversi pembiayaan menjadi Penyertaan
Modal Sementara pada perusahaan nasabah.
Untuk
menjaga objektivitas restrukturisasi, pembiayaan harus dilakukan oleh pejabat
atau pegawai yang tidak terlibat dalam pemberian pembiayaan yang
direstrukturisasi. Bank juga harus menganalisis pembiayaan yang akan
direstrukturisasi berdasarkan prospek usaha nasabah dan kemampuan membayar
sesuai proyeksi. Setiap tahapan dalam restrukturisasi pembiayaan dan hasil
analisis yang dilakukan oleh bank dan konsultan keuangan wajib didokumentasikan
secara lengkap dan jelas. Pihak yamg memberikan keputusan restrukturisasi
adalah pihak yang lebih tinggi dari pihak yang memutuskan pemberian pembiayaan.
Tidak
semua nasabah bisa mendapatkan restrukturisasi dari bank. Kriteria nasabah yang
dapat mengajukan restrukturisasi adalah sebagai berikut:
1.
Usaha nasabah terkena dampak langsung atau tidak
langsung
2.
Domisili nasabah/ lokasi usaha nasabah terdampak
3.
Maksimal kolektabilitas Dalam Perhatian Khusus (DPK)
4.
Nasabah yang mengalami kesulitan cash flow atau likuiditas
5.
Sektor usaha yang dibiayai merupakan sektor ekonomi
yang terkena dampak
Skema restrukturisasi yang dilakukan oleh Bank
meliputi:
1.
Penurunan margin/bagi hasil pembiayaan
2.
Perpanjangan jangka waktu pembiayaan
3.
Penangguhan pembayaran margin/bagi hasil (deferred rate)
4.
Penundaan pembayaran margin/bagi hasil
5.
Penundaan pembayaran pokok (ballon payment)
Tentunya
pemerintah tidak hanya tinggal diam melihat perekonomian Nasional dalam keadaan
terancam resesi akibat pandemi. Pemerintah merancang program Pemulihan Ekonomi
Nasional (PEN). PEN diimplementasikan dalam beberapa tahapan yaitu:
1)
Pemberian subsidi margin/bagi hasil untuk pembiayaan
segmen UMKM
2)
Pemberian subsidi premi penjaminan untuk pembiayaan
modal kerja
3)
Program penempatan uang negara (PUN)
Komentar
Posting Komentar