BULLETIN PERBANKAN
Perbankan Syariah yang Kompetitif Lebih Utama dari Soal Spin-Off
Pada 22 September 2022, saya diundang menjadi
salah satu pembicara di Forum Islamic Finance Summit 2022 yang diselenggarakan
oleh Infobank Media Grup bersama Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) di Bali.
Sebagai anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengurusi sektor
keuangan dan saya juga menjadi salah satu anggota Dewan Penggerak MES, tentu
saya berusaha menyempatkan hadir secara fisik untuk mendukung acara yang diselenggarakan
oleh grup media yang sangat kredibel dan organisasi MES yang bertabur
tokoh-tokoh terkenal. MES diketuai oleh Erick Thohir selaku Menteri BUMN dan
duduk sebagai Ketua Dewan Pembina MES adalah Prof DR KH Ma’ruf Amin, Wakil
Presiden RI. Figur-figur top lainnya adalah Perry Warjiyo, Gubernur Bank
Indonesia (BI) yang duduk sebagai Ketua Dewan Pakar MES. Di jajaran Dewan
Pembina, Dewan Pakar, Dewan Penyantun, dan Dewan Penggerak, bertabur
tokoh-tokoh cendikiawan, politisi, pejabat publik, ulama, regulator, akademisi,
hingga para profesional di BUMN maupun swasta. Begitu juga di jajaran Badan
Pengurus Harian.
Walaupun begitu, saya belum melihat bagaimana MES yang
seharusnya menjadi organisasi yang powerfull dalam menyatakan sikapnya atas
sejumlah isu yang terjadi di sektor keuangan dan ekonomi syariah. Salah satunya
soal spin-off unit usaha syariah (UUS) dari bank konvensional yang menurut
Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2008 harus dilakukan pada akhir 2023 dan
dikeluhkan oleh para bankir yang dinilai kontra-produkfif dalam mewujudkan
industri perbankan syariah yang kompetitif. Begitu juga dalam acara forum
Islamic Finance Summit 2022 yang seharusnya menjadi ajang penting untuk
membahas isu-isu utama di bidang ekonomi syariah dan mengeluarkan rekomendasi
sebagai sikap MES yang anggotanya bertaburan bintang pun tidak dilakukan, dan
saya melihat melihat para petinggi MES hanya memberikan speech secara online.
Selain saya, hadir secara fisik adalah Iggi H. Achsien selaku Sekretaris
Jenderal MES, dan Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Media Group. Dan tentu
saya merasa gembira ketika beberapa Boss BUMN bahkan hadir untuk memberikan
dukungan penyelenggaraan forum tersebut yang bertujuan sangat positif dan
setelah forum tersebut mereka menerima penghargaan dari Infobank, diantaranya
Darmawan Junaidi Dirut Bank Mandiri, Darmawan Prasodjo Dirut PLN, Jatmiko K
Santoso Dirut PTPN V, Rivan Purwantono Dirut Jasa Raharja, Raymon Valian Jasa
Tirta 1, dan Thomas Pangaribuan Dirut Yogya Karya. Dan berkat kerja keras Komite
bidang Komunikasi Publik MES bersama Infobank, forum tersebut yang dilanjutkan
penghargaan di bidang syariah tersebut berlangsung sangat sukses.
Terkait kewajiban spin-off UUS, Komisi XI DPR sudah
mengambil inisiatif lebih dulu melalui Rancangan UU Penguatan dan Pengembangan
Sektor Keuangan (P2SK) yang sudah diserahkan ke Presiden dan sebelum akhir 2022
akan disahkan menjadi UU. RUU tersebut memuat pasal mengenai sektor keuangan
syariah, termasuk di dalamnya tentang spin-off. Berbeda dengan amanat UU Nomor
21 Tahun 2008 yang menetapkan deadline spin-off UUS dari induknya pada 2023,
RUU P2SK tidak menetapkan batas waktu namun mewajibkan apabila pangsa aset UUS
sudah mencapai 50% dari induknya diwajibkan spin-off menjadi bank umum syariah
(BUS).
Hal tersebut dibuat atas berbagai pertimbangan dan kajian
data perkembangan perbankan syariah, termasuk masukan para praktisi perbankan
syariah. Adalah betul bahwa kita memiliki keinginan agar pangsa pasar perbankan
harus membesar dari posisi 7% saat ini karena potensi pasar syariah yang besar,
namun membangun perbankan syariah yang sehat, kompetitif, dan berkelanjutan,
juga sangat penting untuk memberi kontribusi yang maksimal terhadap
perekonomian.
Kami di Komisi XI DPR memahami, perbankan adalah sektor
yang sangat padat modal dan banyak bank modalnya masih di bawah ketentuan
minimal sebesar Rp3 triliun akhir tahun ini. Bank yang induknya saja belum bisa
memenuhi modal minimal, bagaimana harus menyapih UUS-nya lalu menginjeksi modal
BUS sesuai ketentuan yang ada. Kalaupun itu diberi insentif soal permodalan,
ada tantangan apakah mampu bersaing di pasar mengingat skala usahanya yang
terbatas. Karena kalau melihat data 107 bank umum yang ada di Indonesia,
kinerja bank-bank besar sangat kontras dengan kinerja bank-bank kecil, baik
dari sisi pangsa pasar, permodalan, efisiensi, rentabilitas, inovasi, hingga
kemampuan beradaptasi dalam bidang teknologi.
Oleh sebab itu, perbankan syariah justru harus
menyelesaikan “pekerjaan rumah” untuk menghadapi tantangan persaingan dengan
meningkatkan skala usahanya, memperkuat modal dan manajemen risikonya,
beradaptasi di bidang teknologi, dan saat ini harus fokus mengelola kualitas
kreditnya yang terdampak pandemi COVID-19. Sebagai kesimpulan, membangun
industri perbankan yang sehat, kompetitif, dan tumbuh berkelanjutan, lebih
utama dibanding dengan memaksakan UUS yang ukurannya banyak yang kecil-kecil
untuk berdiri sendiri menjadi BUS. Apalagi data menunjukkan tidak semua BUS
juga memiliki kinerja yang baik. Kalau spin-off UUS diwajibkan, maka seyogyanya
kita harus yakin bahwa hasil spin-off akan melahirkan BUS yang sukses
berkembang, misalnya dengan indikator pangsa asetnya sudah 50% dari size
induknya. Maka seperti apa yang dikhawatirkan banyak praktisi di perbankan
syariah bahwa kalau UUS kecil yang kemampuannya sangat terbatas, itu sama saja
dengan merencanakan kegagalan. Seperti kata founding father Amerika Serikat,
Benyamin Franklin, “when you fail to plan, you are planning to fail”. (*)
Dikutip dari : https://infobanknews.com
Komentar
Posting Komentar